Senin, 27 Mei 2013

KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI GURU


Sebenarnya apakah seorang guru itu harus profesional? Dalam pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. 
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengisyaratkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai bahwa guru haruslah orang yang memiliki instink sebagai pendidik, mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional.
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.  

Kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. 
Keempat kompetensi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut: 
1. KOMPETENSI PEDAGOGIK merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, sekurang-kurangnya meliputi (1) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, (2) pemahaman terhadap peserta didik, (3) pengembangan kurikulum/silabus, (4) perancangan pembelajaran, (5) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6) pemanfaatan teknologi pembelajaran, (7) evaluasi proses dan hasil belajar, dan (8) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. silahkan baca selengkapnya 
2. KOMPETENSI KEPRIBADIAN sekurang-kurangnya mencakup (1) berakhlak mulia, (2) arif dan bijaksana, (3) mantap, (4) berwibawa, (5) stabil, (6) dewasa, (7) jujur, (8) mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (9) secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan (10) mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. silahkan baca selengkapnya 3. KOMPETENSI SOSIAL merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, sekurang-kurangnya meliputi (1) berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat, (2) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional,(3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik, (4) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan (5) menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan dan semangat kebersamaan. silahkan baca selengkapnya 
4. KOMPETENSI PROFESIONAL merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang sekurang-kurang meliputi penguasaan (1) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampunya, dan (2) konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampu. 

Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru.Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (diciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (pedagogical content); (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. 
Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 menyatakan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: 
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; 
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; 
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan 
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. 
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. 
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. 
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: 
a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; 
b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 
c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; 
d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan 
e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Kamis, 23 Mei 2013

Buta Aksara


MENUJU BEBAS BUTA AKSARA
Oleh: 
H.M. Harun Samsudin, S.Pd. M.M.

1.      Pendahuluan

            Fenomena buta huruf sangat mencengangkan dunia. Saat ini, diperkirakan tak kurang dari 771 juta jiwa penduduk dunia adalah penyandang buta huruf. Tak jauh berbeda, kondisi buta huruf di Indonesia pun masih menjadi persoalan pemerintah kita yang belum tuntas diberantas. Angka penyandang buta huruf di Indonesia masih sangat tinggi, suatu jumlah yang kelak bisa menjadi bom waktu yang bisa menghancurkan bangsa ini.
Dari 771 juta jiwa tersebut, diyakini 13,2 juta jiwanya adalah penduduk Indonesia. Beriringan dengan angka ini, jumlah penduduk miskin Indonesia pun tidak sedikit. Berdasarkan data BPS 20
10, penduduk miskin Indonesia mencapai 27,17 juta penduduk atau 13,58% dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah itu terus meningkat menjadi 29,30 juta jiwa atau 15,75% dari jumlah penduduk Indonesia pada 2011.
Angka buta huruf memang berkorelasi dengan angka kemiskinan. Sebab, penduduk yang tidak bisa membaca secara tidak langsung mendekatkan mereka pada kebodohan, sedangkan kebodohan itu sendiri mendekatkan mereka pada kemiskinan. Gambaran tentang hubungan kebodohan dan kemiskinan bisa diperjelas dengan asumsi seperti ini bahwa orang bodoh bisa dibodohi, oleh karena itu, mereka juga bisa dengan mudah dimiskinkan.
Oleh karena itu, sebagai jalan untuk memberantas kebodohan itu, penduduk harus dicerdaskan. Buta huruf yang selama ini menjadi faktor mereka dicap sebagai orang bodoh harus diperangi dengan jalan pendidikan. Berdasarkan data BPS 2010 angkat buta huruf Provinsi Sumatera Selatan mencapai 6,5% dari jumlah penduduk. Dari Data 6,5% tersebut, kabupaten Banyuasin menyumbang 5,4 % penduduk yang buta huruf dari jumlah penduduk Kabupaten Banyuasin.
DATA BUTA HURUF KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2012
No.
KECAMATAN
JML PENDUDUK
Usia  15 ke atas
JML
PENDUDUK BUTA HURUF

L
P
USIA 15-45
46
> 
JML

L
P
L
P

1
BANYUASIN I
11.844
8.615
20.459
153
305
458
611
1.527

2
B ANYUASIN II
12.574
10.401
22.975
279
558
836
1.115
2.788

3
BANYUASIN III
13.825
21.105
34.930
52
104
156
208
521

4
BETUNG
11.174
10.178
21.352
96
191
287
382
956

5
PULAU RIMAU
10.322
9.621
19.943
349
697
1.046
1.395
3.487

6
TUNGKAL ILIR
12.137
11.991
24.128
273
547
820
1.093
2.733

7
TANJUNG LAGO
9.591
7.888
17.479
58
117
175
233
583

8
RAMBUTAN
8.124
7.003
15.127
199
398
598
797
1.992

9
RANTAU BAYUR
9.864
8.844
18.708
113
225
338
451
1.127

10
MAKARTI JAYA
8.220
8.168
16.388
255
511
766
1.021
2.553

11
MUARA SUGIHAN
12.860
12.554
25.414
215
430
645
860
2.151

12
MUARA PADANG
21.212
22.441
43.653
266
532
798
1.064
2.661

13
MUARA TELANG
12.858
12.685
25.543
239
478
717
956
2.391

14
AIR SALEH
9.856
8.882
18.738
212
423
635
846
2.116

15
TALANG KELAPA
10.686
9.807
20.493
97
194
290
387
968

16
SEMBAWA
9.810
8.324
18.134
9
18
27
36
91

17
SUAK TAPE
7.589
6.526
14.115
27
54
82
109
272

JUMLAH
  192.546

  185.033
  377.579

     2.892

     5.783
   8.675

   11.567

          28.917


Sumber: Data PNF Disdik Banyuasin Tahun 2012.

Data di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan jumlah masyarakat yang buta huruf di kabupaten Banyuasin masih sangat tinggi. Memperhatikan data di atas bahwa komposisi penderita buta huruf di Kabupaten Banyuasin beragam. Jumlah penderita buta huruf tersebut tidak hanya dialami satu generasi, tetapi terdiri atas generasi muda dan tua. Dengan demikian, pendidikan sebagai senjata utama penghapusan buta huruf itu senantiasanya harus menyentuh baik generasi muda maupun generasi tuanya.



2.      Faktor Penyebab Buta Huruf
1.      Faktor  Wilayah
Kabupaten Banyuasin merupakan kabupaten hasil pemekaran dari kabupaten Musi Banyuasin. Secara Yuridis pembentukan kabupaten Banyuasin disahkan dengan UU RI No. 6 tahun 2002 dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 131.26255 tahun 2002.
Wilayah Kabupaten Banyuasin yang beribu kota di Pangkalan Balai mencakup 19 kecamatan, yitu Kecamatan Banyuasin I, Banyuasin II, Banyuasin III, Betung, Rantau Bayur, Talang Kelapa, Tanjung Lago, Pulau Rimau, Tungkal Ilir,  Muara Telang, Muara Sugihan, Muara Padang, Air Saleh, Rambutan, Makarti Jaya, Sembawa, dan Suaktape. Dua kecamatan baru hasil pemekaran tahun 2012 adalah Kecamatan Air Kumbang dan Kecamatan Marga Telang.
Luas Wilayah kabupaten Banyuasin adalah 11.832’99 km2 dengan jumlah penduduk 790.148 jiwa dan rata-rata  kepadatan penduduk 67 jiwa per km2. Kepadatan penduduk antarkecamatan sangat bervariasi. Kecamatan dengan kepadatan penduduk yang tinggi adalah kecamatan yang urban dan kecamatan eks lokasi transmigrasi sedangkan  kecamatan dengan kepadatan penduduk rendah adalah kecamatan yang berada  di wilayah pesisir yang penduduknya adalah penduduk lokal atau penduduk asli.
Berdasarkan data buta huruf kabupaten Banyuasin tahun 2012 bahwa wilayah Perairan seperi di Kecamatan Muara Sugihan, Kecamatan Muara Telang, Kecamatan Muara Padang, Kecamatan Banyuasin II, Kecamatan Tungkal Ilir, Kecamatan Makarti Jaya, Kecamatan Air Saleh, Kecamatan Pulau Rimau, dan Kecamatan Tanjung Lago yang merupakan DAERAH PESISIR  menjadi “LUMBUNG” buta huruf, oleh karena itu perlu mendapat  perhatian khusus program pemberantasan buta huruf.
2.      Faktor Sosial, Ekonomi, dan Demografi
Berdasarkan    letak  geografis Kabupaten Banyuasin  yang berada di sepanjang peisisr sungai Musi dapat dengan muda kita  mengetahui  masyarakat Kabupaten Banyuasin. Ada tiga kelompok mata pencaharian pokok masyarakat Kabupaten Banyuasin, yaitu kelompok pertama dengan mata pencaharian nelayan. Masyarakat dengan mata pencaharian nelayan ini umumnya dilakukan laki-laki dan bersifat musiman. Kelompok pencaharian kedua adalah petani sawah lebak kelompok ini umumnya dilakukan kaum perempuan sedangkan kaum laki-laki hanya membantu seperlunya saja yang sifatnya membutuhkan tenaga yang besar, misalnya membuat rumah di sawah dan pengolahan sawah. Sawah pasang surut ini hanya semusim yang membutuhkan waktu sekitar 4 bulan, sesudah itu dilanjutkan dengan pertanian tanaman sayur. Kelompok ketiga adalah mata pencaharian perkebunan karet dan sawit hanya dilakukan oleh kaum  laki-laki. Pada kelompok pedagang, guru, perangkat desa 90 % dilakukan oleh kaum laki-laki..
Ditinjau diri segi ekonomi, masyarakat Kabupaten Banyuasin terkategori kelompok masyarakat dengan ekonomi  yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari indikator rendahnya masyarakat mengenyam pendidikan,  sedangkan SMP di Kabupaten Banyuasin ini masih sangat terbatas. Masih sedikitnya  jumlah masyarakat Kabupaten Banyuasin yang menjadi pejabat publik terutama  di pemerintah kabupaten Banyuasin, maupun provinsi terlebih lagi tingkat pusat. Secara geografis letak Kabupaten Banyuasin yang terpencil dan  rata-rata di daerah perairan sehingga masyarakat mengalami kesulitan untuk melanjutkan sekolah lebih tinggi dan menjadi penyebab utama tingginya angka buta aksara di kabupaten Banyuasin.

3.     Usaha Mengatasi Buta Huruf
Upaya pemberantasan buta huruf di Indonesia umumnya dan khususnya di kabupaten Banyuasin memang sudah memberikan hasilnya. Bila dibandingkan dengan jumlah buta huruf saat awal Kabupaten Banyuasin terbentuk yang mencapai lebih dari 10% dari jumlah penduduk Kabupaten Banyuasin saat itu, pemberantasan buta huruf saat ini bisa dikatakan berhasil ("PR", 10/9/2005). Akan tetapi, keberhasilan ini tidaklah sempurna sebelum angka buta huruf di negeri kita mencapai nol persen. Artinya, tidak ada lagi anak bangsa ini yang tidak bisa membaca dan menulis. Ketercapaian angka nol persen buta huruf Indonesia merupakan harapan yang bisa kita wujudkan.
            Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Banyuasin mempunyai tekad untuk mengatasi buta huruf.  Hal utama yang harus dikerjakan untuk menuntaskan buta huruf adalah
:
Pertama, membuka akses pendidikan yang seluas-luasnya bagi masyarakat baik melalui Pendidikan Formal (TK/PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, bahkan PT) maupun Pendidikan Non Formal (Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA).
Bab IV Pasal 5 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan, "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu." Kita bisa melihat bahwa secara konstitusional negara memang memperhatikan dan menjamin hak warganya guna memperoleh pendidikan. Jaminan tersebut dipertegas dengan bab IV Pasal 11 ayat 1 UU yang sama berbunyi, "Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun."
Program Sekolah Gratis (PSG) yang telah dicanangkan pemerintah sangat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat miskin khususnya dalam memperolah layanan pendidikan di bumi yang kita cintai ini.  Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Program Sekolah Gratis (PSG) merupakan langkah nyata pemerintah untuk mengatasi mahalnya biaya pendidikan dan upaya pemerataan pembangunan khususnya bidang pendidikan.
            Kedua, Pemerintah Kabupaten Banyuasin bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat dalam bidang pendidikan khususnya program pemberantasan buta huruf. Program yang telah dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten Banyuasin, pemerintah provinsi, dan pusat pada dua tahun terakhir telah mencapai 7000 lebih masyarakat di kabupaten Banyuasin di bebaskan dari buta aksara. Kerja sama juga dibangun dengan masyarakat, karena keberhasilan pendidikan itu tidak bisa lepas dari peran serta masyarakat.
ALOKASI PROGRAM KF DASAR DAN KF KUM
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUASIN
PROGRAM APBN TAHUN ANGGARAN 2012
No
KECAMATAN
NAMA PKBM
ALAMAT
PROGRAM KF
APBN 2012
SEKRETARIAT
DASAR
KUM
1
Banyuasin I
1.  Sumber Ilmu
JL.Cendana no 4
50
50
2
Banyuasin II
2.  Putra Remaja
Desa Sunsang
50
50
3
Banyuasin III
4.  Mandiri
Desa Limau

50


5.  R.A. Kartini
Pangkalan Balai
50

4
Betung
6.  Harapan Bunda
Kel. Rimba Asam
50
50
5
Makarti Jaya
7.  Puspa Jaya
JL.Hayam Muruk
50
50


8. Perintis Upang
Desa Upang
50
50
6
Rantau Bayur
9. Nusantara
Desa Tebing Abang

50


10. Bunga Lestari
Desa Talng Kemang

50
7
Talang Kelapa
11. Tunas Akas
Desa Kenten Laut
50
50


12. Melati
Kel. Sukajadi
50
50


13. Handayani
Desa Sumber Jaya
50
50
9
Muara Padang
14. Genesha
Desa Smbr Makmur
50
50
10
Pulau Rimau
15. Rimau Jaya
Desa Rukn Makmur
50
50
11
Rambutan
16. Anggrek
Desa Sungai Pinang
50
50


17. Tri Darma
Desa Kedukan
50
50
12
Tanjung Lago
18. Harapan
Desa Suka Damai

50
13
Muara Sugihan
19. Bina Bangsa
Desa Gnesha Mukti
50
50
14
Tungkal Ilir
20. Bina Taruna
Desa Karang Agung
50
10
15
Air Saleh
21. Citra Saleh
Desa Sri Mulyo
50
50
J U M L A H
800
910

4.      Penutup
Proses pendidikan pada dasarnya berlangsung terus-menerus yang melibatkan semua pihak tanpa pembatasan. Hal ini wajar karena kemajuan bangsa ini merupakan tanggung jawab kita bersama selaku warga negara Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap kualitas sumber daya manusia karena pendidikan merupakan “sarana” penempaan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan, Kabupaten Banyuasin telah memiliki sarana dan prasarana yang masih sangat terbatas terlebih lagi mengingat kondisi geografis kabupaten Banyuasin.